Dilema Pemerintahan Prabowo Subianto
Dilema Pemerintahan Prabowo Subianto
Oleh: Moch. Mubarok Muharam
Sejak ditetapkan sebagai presiden terpilih untuk periode 2024-2029, Prabowo Subianto secara optimis dapat menjadikan Indonesia menjadi negara yang disegani di kancah internasional. Sikap percaya diri tersebut dinyatakan terus-menerus dalam pertemuan informal ataupun forum resmi (kenegaraan). Dalam pertemuannya dengan komunitas internasional yang diinisiasi oleh Qatar Economic Forum, setelah memenangkan pemilihan presiden, Menteri Pertahanan Periode 2019-2024 tersebut, menyatakan dia akan menjadikan Indonesia menjadi negara maju dengan berbagai program yang telah disiapkan, seperti penguatan sumber daya manusia (sdm).
Proyeksi terhadap kebesaran Indonesia, yang bisa dicapai dalam satu masa periode kepemimpinan, kembali dinyatakan dalam pidato pertama sebagai presiden dalam Sidang Istimewa MPR 2024. Presiden dari Partai Gerindra itu, dengan berapi-rapi menyatakan bahwa ingin menghasilkan swasembada pangan dan energi bagi Indonesia. Untuk itu, dia menginginkan harmonisasi seluruh elemen bangsa atau tidak adanya perbedaaan dalam memahami persoalan negeri ini.
Upaya untuk merealisasikan mimpi besar untuk menjadikan Indonesia sebagai “macan asia”, Prabowo secara dini melakukan terobosan -terobosan, diantaranya adalah melakukan kegiatan pembekalan (retreat) terhadap para menteri dan kepala daerah. Melalui kegiatan yang berwajah militer itu, presiden kedelapan Indonesia tersebut mengingatkan dan memberi pesan terhadap peserta agar menjalankan kebijakan yang sesuai dengan misi dan visi pemerintah pusat
Prabowo tidak saja melakukan terobosan secara internal, tetapi juga secara aktif menguatkan hubungan diplomasi dengan dunia internasional. Kunjungannnya ke beberapa negara super power, seperti Amerika Serikat, Rusia, RRT serta negara-negara Timur Tengah, dapat dimaknai sebagai upaya untuk menjalin hubungan baik dengan seluruh blok kekuatan dunia dan memperkuat masa depan politik dan ekonomi Indonesia.
Keyakinan bahwa ditangannya, Indonesia bisa menjadi negara hebat dalam waktu singkat (1 periode kepemimpinan) tentu saja tidak mudah untuk diwujudkan. Paling tidak terdapat dilema-dilema, yang menyulitkan terwujudnya kejayaaan Indonesia. Pertama, potensi terjadinya blunder politik yang dilakukan oleh pembantu-pembantu presiden. (menteri, dan sebagainya). Pada masa pemerintahan Prabowo, yang masih belum genap seratus lima puluh (150) hari, terdapat menteri dan wakil menteri (wamen) melakukan “kesalahan publik”, sebagaimana contoh, kebijakan salah satu menteri yang mewajibkan pembelian LPG 3 kg di pangkalan resmi Pertamina, sehingga konsumen tidak bisa membeli di pengecer atau kecaman dari salah satu wamen terhadap kemunculan hastag #kabur aja dulu, dan kemudian wamen tersebut menyatakan bahwa warga yang ingin kabur ke luar negeri, tidak perlu kembali ke Indonesia. Kebijakan dan pernyataan tersebut, tentu saja tidak patut untuk dimunculkan oleh pejabat pemerintahan dan menancapkan luka di hati rakyat.
Kedua, kepercayaan publik melemah. Tidak bisa dipungkiri dalam beberapa bulan terakhir, kepercayaan publik terhadap elit politik (pemerintah) mengalami penurunan, hal tersebut ditandai dengan adanya berbagai gelombang unjuk rasa yang dilakukan oleh mahasiswa di berbagai kota serta kemunculan beberapa hastag, seperti #Indonesia gelap, #Kami bersama Sukatani, #Kabur dulu aja dan #Adili Jokowi. Kekecewaan publik menjadi tak terelakkan dengan adanya kejadian-kejadian yang menyakiti pikiran rakyat, seperti laut yang dipagari kayu, “Peristiwa Pertamina”, dan sebagainya. Dalam hal itu, Prabowo Subianto tidak bisa begitu saja bisa dipersalahkan, karena kejadian-kejadian tersebut dilakukan di era pemerintahan sebelumnya. Tetapi, yang membuat publik tidak bisa menutupi rasa kekecewaan, karena Prabowo sebagai orang nomor satu di republik ini, tidak melakukan penyikapan secara tegas dan terkesan mendiamkan kejadian tersebut. Alih-alih menyatakan kekecewaan terhadap kejadian laut dipagari kayu dan “Peristiwa Pertamina”, Ketua Umum Partai Gerindra tersebut justru melakukan glorifikasi politik, dengan memuja-muja pendahulu (kepala pemerintahan sebelumnya) dalam acara HUT Gerindra ke -17.
Pendiaman yang dilakukan oleh Prabowo terhadap beberapa kasus yang menghebohkan tersebut, tentu menimbulkan penilaian publik terhadap ketegasan presiden dari militer itu, dalam menindaklanjuti pelanggaran-pelanggran yang dilakukan oleh para oligarki ekonomi. Selain itu, menimbulkan dugaan bahwa pemerintah saat ini masih menjadi bayang-bayang dari pengaruh presiden sebelumnya. Dugaan yang seharusnya ditepis oleh presiden kedelapan tersebut.
Prabowo Subianto sepantasnya menunjukkan dirinya sebagai pemimpin yang mempunyai kemandirian dari kekuatan politik apapun. Sejak awal kepemimpinannya, Prabowo selalu menyatakan bahwa Indonesia menjadi bangsa mandiri, yang tidak bisa dikendalikan oleh kekuatan asing. Pernyataan tersebut patut untuk direalisasikan oleh Prabowo, tidak saja dengan keberanian untuk menolak keinginan pihak asing, tetapi juga membebaskan dirinya dari pengaruh politik dari kekuatan politik di tanah air. Hanya dengan hal tersebut, Prabowo dapat melangkah secara cepat dan tepat,untuk merealisasikan mimpi menjadikan Indonesia berdaulat secara pangan dan energi, serta menjadi negara yang bermartabat dan disegani dalam pergaulan internasional.
Koordinator Prodi (Koorprodi) Ilmu Politik Universitas Negeri Surabaya